23 Februari
Bacaan Alkitab : Imamat 21 – 23
(Kurun waktu : diperkirakan 1.446 – 1.444 S.M.)
“Hidup Kita Adalah Sebuah Persembahan”
download versi word file : Renungan Harian – Tgl 23 Februari 2017
Kita memiliki patung dan monument dari para presiden dan proklamator pejuang bangsa yang telah mendahului kita, yang diabadikan sebagai nama jalan-jalan utama, bandara, atau bahkan juga ditempatkan di museum internasional di luar negeri. Segala penghormatan diberikan atas jasa-jasa mereka yang besar bagi bangsa dan negara. Apabila bagi manusia yang fana, kita mau memberikan segala penghormatan tertinggi tersebut, lalu penghargaan seperti apakah yang akan kita persembahkan bagi Allah yang Maha Perkasa dan Setia? Tentunya Allah tidak menghendaki agar kita membuat monument ataupun wujud penggambaran diriNya, tetapi Ia ingin agar kita mengenangNya dengan cara lain.
Dalam jaman penulisan Alkitab para imam tidak hanya mengharapkan agar seluruh ummat Israel dapat mematuhi perintah-perintah TUHAN; hidup mereka juga dimaksudkan sebagai penghormatan bagi kekudusan Allah. Hidup mereka harus dipisahkan dan dikhususkan bagi Allah dan menjauh dari dosa serta segala jenis kecemaran, dan harus mempersembahkan korban persembahan yang kudus dan tak bercacat cela, serta mempersembahkannya di hadapan Allah menurut cara-cara yang telah diperintahkan TUHAN. Para imam harus melakukan tugas-tugasnya persis seperti yang telah diinstruksikan Allah sehingga namaNya tidak akan dinajiskan, dan mereka tidak akan dihukum atas tuduhan tidak menghormati nama Allah di hadapan jemaat Israel (Imamat 21 : 6; Imamat 21 : 10-12, 21-23; Imamat 22 : 2, 9, 20). Jika kita adalah seorang Kristiani, maka kita juga adalah para imam, namun atas dasar penugasan yang berbeda; kita semua bukan menjadi imam yang ditetapkan dengan hukum Taurat, tetapi oleh kasih karunia Allah sendiri.
“…(1 ; 5b) Bagi Dia (Yesus Kristus), yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya- (1:6) dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya, –bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin.” (Wahyu 1 : 5b – 6).
Orang-orang yang sungguh-sungguh percaya di dalam Yesus Kristus haruslah menunjukkan hidup yang dipersembahkan bagi kekudusan Allah, yaitu kita harus dapat memberi teladan tentang sikap hidup benar di dalam TUHAN. Bagaimana caranya menghormati Allah di hadapan orang lain? Apakah kita telah berhati-hati didalam setiap ucapan kita tentang TUHAN? Apakah cara kita berbicara telah memberi teladan yang baik yang menempatkan Allah pada tingkatan paling terhormat, yang paling layak menerima penghargaan dan penyembahan kita?; atau apakah saat kita mengucapkan kata-kata, kita berbicara tentang TUHAN dengan penuh rasa hormat pada hari Minggu, namun menajiskan namaNya pada hari Senin? Selain melalui ucapan, bagaimana cara kita mencerminkan kekudusan TUHAN di gereja, rumah dan di tempat kerja? Apakah kita telah memberikan kemuliaan tertinggi bagi Allah di dalam cara kita menyembah dan cara kita menjalani kehidupan sehari-hari ataupun cara kita melakukan bisnis ? Hal inilah yang dikehendaki Allah untuk kita lakukan. Dengan cara ini pula kita menunjukkan bahwa kita menghormati Allah dan memberi contoh karakter kepemimpinan yang baik untuk ditiru orang lain.
Selain contoh hidup sehari-hari, cara-cara nyata seperti apakah yang dapat kita tunjukkan sebagai bukti bahwa kita menghormati Allah dan juga agar dapat membantu agar orang lainpun dapat mengingat kasih setiaNya? Salah satu cara ummat Israel untuk menyatakan hal tersebut adalah dengan merayakan hari-hari peringatan khusus. Hari-hari perayaan ummat Israel diawali dan diakhiri dengan menjalankan ketentuan tentang hari Sabbath (satu hari untuk beristirahat dari segala pekerjaan). Hal ini penting karena dengan menghormati satu hari sebagai Sabbath bagi TUHAN, akan memberi kesempatan bagi tubuh mereka untuk beristirahat (“Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat”, Markus 2 : 27; lihat juga Imamat 23 : 3). Hari tersebut juga merupakan suatu hari pertemuan kudus, dan dimaksudkan pula untuk menghormati Allah yang telah memberikan perintah tentang hari Sabbath tersebut. Untuk masa kini, kita hidup di dalam hukum kasih karunia Allah dan tidak diwajibkan untuk secara resmi memperingati hari Sabbath sebagai hari untuk beristirahat (Matius 12 : 1-13; Roma 14 : 5-6a); namun demikian, hal tersebut berguna bagi tubuh kita agar dapat beristirahat, dan juga sebagai bentuk penghormatan bagi Allah yang telah memberikan hari Sabbath bagi kita.
Perayaan pertama dalam Penanggalan Ibrani adalah Perayaan Paskah, memperingati pembebasan Israel dari perbudakan. Hari Raya Paskah ini dimulai pada hari ke 14 pada bulan Nissan yang pertama (atau bulan “Abib”, Kel. 34 : 18). Hari Raya Paskah ini jatuh pada akhir bulan Maret atau awal April. Dalam penanggalan Kristiani, hari raya ini melambangkan peristiwa Jum’at Agung dan Kebangkitan Yesus. Kristus Yesus telah mati di kayu salib pada hari Jum’at Agung untuk menebus dosa-dosa manusia, untuk membebaskan kita dari belenggu perbudakan dosa. Pada hari Minggu, hari yang pertama dalam minggu tersebut, Yesus bangkit dari antara orang mati.
Keesokan harinya setelah Hari Raya Paskah, atau hari ke 15, mulailah Perayaan Roti Tidak Beragi. Hari raya ini berlangsung selama tujuh hari. Orang Israel makan roti tanpa ragi , untuk mengenang saat mereka harus keluar dari Mesir dengan tergesa-gesa (Keluaran 12 : 16-20). Lalu mereka memulai suatu kehidupan baru dengan Allah. Di dalam Perjanjian Baru, Yesus berfirman agar berhati-hati terhadap ragi orang Farisi, yang berarti pengajaran sesat. Ragi roti disini melambangkan dosa. Sama seperti orang Israel, ketika kita dibebaskan dari belenggu perbudakan dosa, maka kita harus segera pergi meninggalkan dosa-dosa yang membebani tersebut dan berjalan di dalam hidup yang baru.
Hari Raya yang berikutnya adalah hari persembahan unjukan atau Hari Raya Buah Sulung. Orang Israel harus membawa berkas-berkas dari hasil panen gandum yang pertama dan mempersembahkannya di hadapan TUHAN. Kemudian hewan kurban akan menyertai persembahan korban sajian. Hari Raya Buah Sulung menandakan masa panen berikutnya yang akan segera menyusul. Dengan ucapan syukur, kita harus mempersembahkan buah sulung dari setiap hasil usaha kita, dengan beriman bahwa Allah akan menyediakan segala kebutuhan kita (Amsal 3 : 9-10). Berbicara tentang arti rohani dari persembahan ini, surat 1 Korintus 15 : 20-23 menyatakan bahwa Yesus Kristus telah mati dan telah dibangkitkan sebagai yang sulung dari orang-orang yang nantinya akan dibangkitkan dari antara orang mati untuk menerima kehidupan yang kekal.
Lima puluh hari kemudian, pada Hari Raya Tujuh Minggu, adalah perayaan hasil panen gandum yang pertama. Di dalam kitab Perjanjian Baru, lima puluh hari setelah Kristus Yesus bangkit dari antara orang mati dan menjadi yang pertama bangkit, pada hari Raya Pentakosta, terdapat hasil penuaian besar di mana 3.000 orang telah diselamatkan (Kis. R. 2 : 1-41).
Pada hari pertama dalam bulan yang ke tujuh, pada bulan Tishri, Perayaan Peniupan Terompet menandai datangnya Hari Raya Pendamaian pada hari ke sepuluh. Seperti yang telah dibahas pada Renungan Harian yang lalu, hari raya ini adalah saatnya untuk melakukan pembersihan rohani – biasanya jatuh pada musim gugur (Oktober – November). Hari Raya ini diikuti dengan perayaan yang dapat disamakan dengan hari raya Ucapan Syukur Saat Pengumpulan Hasil (Panen). Suatu hari nanti suara sangkakala akan menandai kedatangan Yesus Kristus, yaitu saat di mana Ia akan mengumpulkan (hari Pengangkatan (rapture)) para orang percaya untuk diangkat ke surga (Ibrani 9 : 27-28). Bukankah hari tersebut akan menjadi hari yang luar biasa mulia? Hari Raya Pendamaian juga menubuatkan saat di mana ummat Israel akan bertobat dan kembali menjadi ummat pilihan Allah dan bangsa yang diberkatiNya. Hal ini akan terjadi selama masa pemerintah Kristus sepanjang seribu tahun (Zakharia 12 : 9-11 dan Zakharia 13 : 1).
Perayaan masa panen dilanjutkan melalui Hari Raya Pondok Daun . Ini dirayakan pada tanggal 15 pada bulan yang ke tujuh. Orang Isarel akan membuat pondok-pondok dekoratif atau pondok daun (berupa tenda kecil seperti pondok-pondok) dari ranting-ranting pohon korma. Mereka diwajibkan tinggal selama tujuh hari di dalam pondok-pondok daun untuk mengenang bagaimana mereka telah hidup di dalam pondok-pondok saat Allah membawa mereka keluar dari Mesir. Selama 40 tahun Allah telah memelihara hidup mereka di padang gurun, melindungi dan memberkati mereka. Pada suatu hari nanti kita akan bersukacita merayakan saatnya Juru Selamat membawa kita pulang ke rumah Bapa di surga. Puji nama Allah!
Untuk Direnungkan dan Dilakukan :
- Sama seperti orang Israel, ketika kita telah dibebaskan dari belenggu dosa, kita perlu segera meninggalkan dosa-dosa kita dan berjalan di dalam hidup yang baru ;
- Hidup kita adalah sebuah persembahan dan seharusnya juga menjadi persembahan yang kudus, yaitu kita, sebagai orang-orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, harus memberikan contoh tentang hidup benar bagi Tuhan ;
- Dalam kemurahanNya Allah telah memanggil kita untuk menjadi imam secara rohani. Kita harus memberikan penghormatan tertinggi bagi TUHAN melalui cara hidup dan penyembahan kita ;
- Peringati dan dedikasikanlah satu hari sebagai hari untuk beristirahat untuk menghormati Allah dan menyegarkan rohani kita ;
- Peringati dan lakukanlah Upacara Perjamuan Tuhan dan hari-hari pertemuan kudus Paskah, Ucapan Syukur dan Natal dengan penuh penghargaan bagi Allah dan bersukacita. Perayaan-perayaan tersebut merupakan pengingat akan kemurahan dan berkat-berkat TUHAN di dalam hidup kita.
Pertanyaan Untuk Diskusi :
- Dari serangkaian Perayaan-Perayaan ummat Israel yang telah kita baca di atas, perayaan/ peringatan yang manakah yang biasanya kita lakukan? Perayaan-perayaan manakah yang kita inginkan untuk kelak dapat kita rayakan? Perayaan-perayaan manakah yang menggambarkan kematian dan kebangkitan Yesus (dengan demikian juga merangkai hubungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru)?
Ayat Hafalan Hari Ini :
- I Petrus 3 : 15 “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat.”