Renungan 7 Januari 2017 – Daya Tahan Di Saat Sulit

Bacaan Alkitab : Ayub 8-10

(Kurun waktu : diperkirakan 2.324 – 2.224 S.M.)

(mengikuti masa hidup Abraham)

 

“Daya Tahan Di Saat Sulit”

download versi word file : renungan-harian-tgl-7-januari

 

Kehilangan pekerjaan, mengalami sakit, merasa kalah, atau hanya merasa putus-asa/ gentar – keadaan seperti ini mungkin membuat kita berpikir “ Saya tidak bisa mengatasinya. Saya telah mencoba melakukan yang terbaik,  tetapi saya tidak bisa mengatasinya. Semua yang saya lakukan tidak ada yang benar. Saya ingin keluar dari kondisi ini. “  Pernahkah kita merasa seperti itu?  Mungkin kita tidak selalu dapat menyatakan perasaan kita, tetapi ketika kita membaca tentang penderitaan Ayub di kitab yang judulnya ditulis dengan namanya, kita pasti akan bersimpati dengannya, khususnya jika kita juga telah mengalami kondisi yang keras dan sulit.  Bagaimana cara kita menanggung penderitaan dan kemudian dapat menang atas segala kesulitan hidup tersebut?

Seperti telah disampaikan kemarin, Ayub adalah salah seorang nenek moyang orang beriman yang tampaknya hidup beberapa waktu sebelum masa hidup Abraham.  Allah mengijinkan Iblis untuk mengganggu Ayub agar ia kemudian mengutuki Allah, dan kemudian Ayub kehilangan seluruh anak-anaknya, usahanya, harta benda dan kesehatannya.  Dalam bacaan hari ini, sahabat Ayub yang kedua yang bernama Bildad orang Suah, menegur Ayub karena ia berkeluh-kesah dalam kepahitan hati karena penderitaannya tersebut. Bildad dan sahabat-sahabat Ayub yang lain mungkin berpikir : “Ayub, bagaimana engkau berbicara seperti itu? Pasti semua terjadi karena kesalahanmu.”  Bildad berkata: “8:3 Masakan Allah membengkokkan keadilan?  Masakan Yang Mahakuasa membengkokkan kebenaran? 8:4 Jikalau anak-anakmu telah berbuat dosa terhadap Dia, maka Ia telah membiarkan mereka dikuasai oleh pelanggaran mereka.” (Ayub 8:3-4) (Tampaknya Bildad sedang menekankan sebab terjadinya peristiwa kematian anak-anak Ayub seperti diceritakan di Ayub 1:18-19, dan kemudian membuat penilaian yang keras dan tidak berperasaan mengenai sebab kematian anak-anak Ayub tersebut).

“Tetapi engkau, kalau engkau mencari Allah, dan memohon  belas kasihan dari Yang Mahakuasa, 8:6 kalau engkau bersih dan jujur, maka tentu Ia akan bangkit demi engkau dan Ia akan memulihkan rumah yang adalah hakmu. 8:7 Maka kedudukanmu yang dahulu akan kelihatan hina,….8:20 Ketahuilah, Allah tidak menolak orang yang saleh,   dan Ia tidak memegang tangan orang yang berbuat jahat.” (Ayub 8: 5-7, 20).

Bildad minta agar Ayub mengakui kesalahannya di hadapan Allah, dan Allah pasti akan memulihkan kondisinya jika ia memang terbukti tidak bersalah.  Tetapi jika kondisinya tidak membaik, tentulah itu sebagai tanda bahwa Ayub telah berbuat dosa.

Ayub menjawab : “9:2  Sungguh, aku tahu, bahwa demikianlah halnya, masakan manusia benar di hadapan Allah? 9:3 Jikalau ia ingin beperkara dengan Allah satu dari seribu kali ia tidak dapat membantah-Nya. 9:4 Allah itu bijak dan kuat,  siapakah dapat berkeras melawan  Dia, dan tetap selamat?” (Ayub 9:2-4).

Ini adalah hal yang pelik: Allah memiliki kuasa dan hikmat yang jauh melebihi apapun, lalu kemudian bagaimana seorang manusia yang bersifat fana dapat dinyatakan tak bercela di hadapan Nya ? Ayub merasa bahwa ia tidak mungkin menang di hadapan Allah, sehingga ia kemudian berkata : “..9:14 lebih-lebih aku, bagaimana aku dapat membantah Dia, memilih kata-kataku di hadapan Dia? 9:15 Walaupun aku benar, aku tidak mungkin membantah Dia, malah aku harus memohon belas kasihan kepada yang dapat menjawab-Nya: Mari bersama-sama menghadap pengadilan mendakwa…. Karena Dia bukan manusia seperti aku, sehingga aku. 9:33 Tidak ada wasit di antara kami, yang dapat memegang kami berdua! 9:34 Biarlah Ia menyingkirkan pentung-Nya dari padaku jangan aku ditimpa kegentaran terhadap Dia” (Ayub 9:14-15, 32-34).

Puisi yang ditampilkan melalui kisah di kitab Ayub membangkitkan perasaan yang saat itu dialami Ayub. Ayub dan sahabat-sahabatnya sering menyatakan perasaan mereka dalam bentuk metaphor (dengan memakai kiasan gambaran) dan hyperbolis (bahasa yang melebihkan), sama seperti yang kita ucapkan pada saat kita sedang berada didalam kesulitan yang membuat kita tertekan ataupun marah. Allah tidak secara harafiah memukul Ayub dengan alat pentung, tetapi Ayub merasa seolah-olah sedang didisiplin seperti itu oleh Tuhan, meskipun ia merasa tidak pantas dihukum. Ayub menghendaki seorang perantara yang dapat memberi penghiburan. Ada kalanya kitapun memerlukan hal seperti itu, sama seperti Rasul Paulus telah menghibur orang-orang Kristen di Roma yang sedang menderita.

“Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh   sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan” (Roma 8:26b)

Ayub juga merasa sepertinya Allah tidak mengerti keadaannya karena ia adalah Allah, bukan manusia. Mungkin Allah tidak tahu bagaimana rasanya menanggung penderitaan (Ayub 10:4-5).  Tetapi sebenarnya Allah mengetahui segala sesuatu yang dialami manusia, dan manusiapun diciptakan menurut gambaran Allah, sehingga Ia pasti mengerti perasaan dan daya tahan fisik manusia sebagai mahluk ciptaan Allah yang mulia.

Ayub merasa bahwa ia tidak mungkin menyenangkan hati Allah.  Dalam kesakitan yang dideritanya, Ayub berkata: “Aku telah bosan hidup, aku hendak melampiaskan keluhanku, aku hendak berbicara dalam kepahitan jiwaku.” (Ayub 10 : 1)  Sebenarnya tidak ada salahnya jika Ayub hendak mengekspresikan ratapan dan keluh kesahnya, namun kemudian Ayub membawa kepahitan atas penderitaannya ke tingkat, yang lebih lanjut, dengan mempertanyakan keadilan sikap Tuhan. Hal inilah yang membuat Ayub bersalah kepada Tuhan di saat jiwanya menderita. Pada pasal-pasal di bagian akhir kitab Ayub, Ayub berharap bahwa ia tidak pernah berbicara seperti itu di hadapan Allah, serta seharusnya menunggu pertolongan Allah dan tidak mengatakan hal-hal bodoh seperti itu.  Sama seperti Ayub, memang sulit untuk tidak mengeluh dan mengatakan hal-hal yang bodoh di saat kita menderita, namun dari contoh kisah hidup Ayub yang sudah sangat kita kenal ini, kita dapat memperoleh kekuatan dan penghiburan.

Yesuspun mengalami penderitaan. Yesus telah menderita kematian di atas kayu salib sebagai ganti pelanggaran kita (Yesaya 53:3-11; Matius 27:1-60; I Petrus 2:24-25).  Setelah dipukuli dan diejek, dimahkotai dengan mahkota duri, diludahi dan dicambuk, pergelangan tangan dan tumit kaki Yesus dipaku dengan paku yang panjang, dilekatkan dan ditegakkan pada kayu salib yang kasar.  Selama enam jam saat mengalami penderitaan yang hebat, Yesus hanya mengeluarkan tujuh perkataan singkat di atas kayu salib.  Salah satu dari kalimat yang diucapkan Yesus adalah :”.. Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku.” (Matius 27 : 46).  Yesus adalah manusia sejati sama seperti kita, namun di dalam penderitaanNya yang hebat, Ia berserah kepada kehendak Allah.  Melalui kematianNya, Ia telah menang atas dosa dan maut, menggantikan kita. Saat kita merasa bahwa kita tidak mampu menang atas penderitaan yang kita alami, mari tetap mengingat teladan Yesus.  Ibrani 12:2-3 berkata: “Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. 12:3 Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.”

JIka Yesus dapat menang, kitapun beroleh kekuatan untuk menang, tetapi kita harus tetap setia dan percaya kepadaNya, meskipun kita harus mengalami saat-saat yang paling sulit dalam hidup. “Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus” (2 Timotius 2:3).

Untuk Direnungkan dan Dilakukan :

  • Terkadang hidup dapat menjadi sedemikian keras dan sulit. Kita memerlukan pertolongan Allah agar dapat bertahan dalam kondisi sulit.  Kitapun membutuhkan pertolongan sahabat-sahabat yang peduli dan mau bersimpati.  Jadilah seorang sahabat seperti ini bagi teman kita yang sedang menderita;
  • Penderitaan dan rasa sakit kadang kala dapat berlangsung lama dan berat, namun berhati-hatilah dan berjaga-jaga untuk tidak dengan bodoh menyalahkan Allah. Meskipun tampaknya Allah tidak sedang berpihak kepada kita, tetapi jika kita adalah seorang Kristen yang baik dan tidak melakukan pelanggaran, Allah sendiri yang kelak akan menjadi Pembela bagi kita;
  • Temukanlah kekuatan di dalam Yesus Kristus Tuhan kita, yang telah mengalami dan menanggung penderitaan yang sedemikian beratnya bagi kemuliaan Allah dan keselamatan bagi kita yang percaya.

 

Pertanyaan Untuk Diskusi :

  • Kita lupa melihat fakta sebenarnya dibalik perbantahan antara Ayub dengan sahabat-sahabatnya, bagaimana mereka saling menyalahkan, dan bahkan Ayub pun menyalahkan Allah; namun sebenarnya Iblis lah yang menjadi ‘aktor intelektual’ di balik semuanya. Sadarkah kita bahwa sebenarnya Iblislah yang sedang menyerang kita dan Iblis lah yang harus dipersalahkan?  Bagaimana strategi kita untuk mengalahkannya?

 

Ayat Hafalan Hari Ini :

  • “12:2 Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.  12:3 Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.” (Ibrani 12 : 2-3).